Minggu, 16 Maret 2008

Seorang Da'i Wanita, Ummu Sulaim

Ia adalah ar-Ruimasha' Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin 'Amir bin Ghanam bin 'Adie bin an-Najaar al-Anshariyah al-Khazrajiyah.

Ia adalah seorang wanita yang berparas cantik nan indah sehingga selalu nampak anggun dan mempesona, lurus pemikirannya, memiliki kecerdasan yang langka dan akhlak mulia. Berbagai pembicaraan yang baik dan pujian tertuju kepadanya.

Karena sifat-sifat yang agung ini, bergegaslah anak pamannya (saudara sepupu) yaitu Malik bin Nadhr menikahinya yang dengan pernikahan itu lahirlah seorang anak yang diberi nama Anas.

Ketika cahaya kenabian terpancar dan mulai muncul seruan kepada tauhid sehingga orang yang memiliki akal jernih dan fitrah yang bersih akan bergegas masuk ke dalam Islam, Ummu Sulaim termasuk pendahulu yang masuk ke dalam Islam dari kalangan Anshar. Ia tidak peduli dengan segala kemungkinan yang bersinggungan langsung dengannya dari masyarakat jahil para penyembah patung berhala, sehingga ia tanpa ragu meninggalkan peribadatan kepada makhluk tersebut.

Suaminya yaitu Malik adalah orang yang pertama yang berdiri menghadang laju keimanannya. Ia bangkit kemarahannya ketika ia kembali dari kepergiannya dan mengetahui keislaman Ummu Sulaim. Ia berkata kepadanya dengan nada sangat marah: "Apakah engkau telah pindah agama?" Ummu Sulaim menjawab dengan penuh keyakinan dan keteguhan: "Aku tidak berpindah agama akan tetapi aku telah beriman".

Mulailah ia membimbing Anas: "Katakanlah Laa Ilaaha Illallah, katakanlah Asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah." Lalu Anas melakukannya. Melihat keadaan itu, Malik berkata kepada Ummu Sulaim: "Janganlah merusak anakku". Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya aku merusaknya akan tetapi aku mengajari dan membimbingnya."

Muncullah perasaan gengsi dihadapan sikap istrinya yang keras dan kaku dalam berpegang kepada keyakinan baru itu. Ia sama sekali tidak memberi keterangan dan penjelasan bahwa ia akan keluar dari rumah (dalam keadaan murung di wajah) dan tidak akan kembali sampai Ummu Sulaim mau kembali ke agamanya.

Saat Malik mendengar istrinya membaca berulang dengan penuh kemantapan dan keteguhan yang lebih keras dari pada batu besar: "Asyhadu allaa ilaaha illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar-Rasulullah."

Ia keluar dari rumah dalam keadaan marah lalu ia bertemu dengan musuhnya dan ia terbunuh.

Tatkala Ummu Sulaim mendengar kematian suaminya, ia berharap dan berkata: "Tidak mengapa, aku tidak akan menyapih Anas hingga ia meninggalkan kedua putting susuku ini. Dan tidak akan menikah sampai Anas memerintahkanku (untuk menikah).

Selanjutnya Ummu Anas (Ummu Sulaim) menghadap Rasulullah n dengan dipenuhi rasa malu menyerahkan si jantung hatinya, Anas sebagai pelayan disisi seorang pengajar manusia dengan segala kebaikan. Lalu Rasulullah n menyambutnya hingga sejuklah kedua mata Ummu Sulaim (bahagia).

Hari berganti waktu. Manusia memperbincangkan Anas bin Malik dan ibunya dengan penuh kekaguman dan penghormatan. Abu Thalhah mendengar berita ini dan bersemilah hatinya dengan penuh cinta dan kekaguman sehingga ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim.

Ia pun mengajukan lamaran dengan mahar yang mahal sekali. Hanya saja kekagumannya berubah menjadikan kusut (kebingungan) dalam pikiran dan membikin berat lisannya saat Ummu Sulaim menolak lamarannya dengan penuh kemuliaan dan kewibawaan.

Ia berkata: "Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan. Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya."(Lihatlah ath-Thabaqat karya Ibnu Sa'ad 8/326 dan semisalnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishobah 8/243. dan demikian dalam al-Hilyah 2/59)

Terasa sempitlah dada Thalhah. Ia pun pergi dan hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar. Akan tetepi cintanya yang tulus menjadikan ia kembali pada hari berikutnya dan ia berangan-angan akan meminangnya kembali dengan mahar yang paling istimewa dan hidup bahagia. Dengan harapan Ummu Sulaim luluh dan mau menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim adalah seorang da'i wanita yang cerdas, memandang dunia yang ada dihadapan kedua matanya berupa harta, kehormatan, dan kegagahan lebih rendah dari pada semangat keislaman di dalam hatinya. Lalu ia berkata dengan adab yang santun: "Tidak pantas orang yang sepertimu akan ditolak wahai Abu Thalhah. Akan tetapi engkau seorang kafir sedang aku seorang muslimah yang tidak pantas bagiku untuk menikah denganmu." Lalu Abu Thalhah berkata: "Itu bukan kebiasaanmu."

Didalam riwayat lain: "Demi Allah tidak sepantasnya orang sepertimu wahai Abu Thalhah akan ditolak. Akan tetapi engkau seorang lelaki kafir, sedang aku seorang wanita muslimah. Tidak halal bagiku menikah denganmu. Jika engkau masuk Islam itu lah maharku dan aku takkan meminta selain itu kepadamu." (Lihatlah an-Nasa'i (6/114) dan sanadnya shahih, dan ia memliki jalan lain yang banyak lihatlah pada al-Ishabah 8/243) dan al-Hilyah 2/59)

Ummu Sulaim berkata: "Apa kebiasaanku?" Ia berkata: "Emas dan perak." Ia berkata: "Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas dan perak, akan tetapi aku hanya inginkan darimu adalah al-Islam." Ia berkata: "Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?" Ummu Sulaim berkata: "Yang akan mengenalkan hal itu adalah Rasulullah n."

Pergilah Abu Thalhah menemui Nabi n. Ketika itu beliau sedang duduk bersama para sahabatnya. Tatkala melihat Abu Thalhah, beliau n berkata: "Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat ke-Islaman." Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhah pun ahkhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkan tersebut.

Sungguh kalimat itu benar-benar menggerakkan hati Abu Thalhah dan mempengaruhi tabi'atnya. Dan Ummu Sulaim benar-benar telah menguasai hatinya secara sempurna. Bukanlah Ummu Sulaim tipe seorang wanita yang suka bermain-main yang mudah kendur dihadapan para pemikat. Sesunggunya ia seorang wanita yang berakal yang sangat diperhitungkan keberadaannya.

Adakah Abu Thalhah akan mendapatkan wanita yang lebih baik darinya yang akan menjadi istri baginya begitu pula terhadap anak-anaknya?

Tidak ada yang ia rasakan kecuali lisannya senantiasa terulang mengucap: "Aku berada diatas apa yang engkau yakini. Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Ummu Sulaim menengok kepada anaknya, Anas dan ia berkata dengan penuh kebahagiaan bahwa Allah telah memberi hidayah kepada Abu Thalhah melalui kedua tangannya: "Berdirilah wahai Anas, nikahkanlah Abu Thalhah." Lalu Anas menikahkannya dan Islam sebagai maharnya.

Dengan itu, Tsabit seorang perawi hadits berkata: dari Anas: "Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya dari pada Ummu Sulaim yang mana maharnya adalah al-Islam." (Sunan an-Nasa'I 6/114 dari jalan Ja'far bin Sulaiman, dasri Tsabit dari Anas)

Demikianlah Abu Thalhah telah memasuki pendidikan keimanan melalui tangan istrinya yang mulia, Ummu Sulaim. Selanjutnya mulailah ia meneguk nilai-nilai keisalaman dari nara sumber kenabian hingga menjadilah ia sebagai pasangan serasi lagi mulia bagi Ummu Sulaim.

Marilah kita mendengarkan Anas ketika meriwayatkan kepada kita bagaimana amalan Abu Thalhah terhadap al-Qur'an dan iltizam-nya secara mendasar dan menjadikan al-Qur'an sebagai satu-satunya pedoman. Anas berkata: "Abu Thalhah adalah seorang Anshar Madinah yang paling banyak hartanya dan harta yang paling ia cintai adalah bairahi yang letaknya beradahadapan dengan masjid. Dan Nabi n biasa memasukinya dan meminum air yang ada didalamnya. Tatkala ayat ini turun yaitu firman Allah :

"Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan sampai kalian menginfakkan dari apa-apa yang engkau senangi." (Ali Imran: 92)

Kemudian bangkitlah Abu Thalhah menemui Rasulullah n lalu berkata: "Sesungguhnya Allah k berfirman di dalam kitab-Nya, yang artinya: "Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan sampai kalian menginfakkan dari apa-apa yang engkau senangi." (Ali Imran: 92)

Sesungguhnya harta yang paling kau cintai adalah Bairahi dan sungguh ia akan kusedekahkan untuk Allah dengan harapan kebaikan sebagai simpanan disisi Allah. Maka gunakanlah wahai Rasulullah sesuau kehendakmu."
Lalu Rasulullah n bersabda:

بَخٍ بَخٍ ذَلِكَ مَالً رَابِحٌ، وَذَلِكَ رَابِحٌ، قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيْهَا فَإِنِّيْ أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِيْ الأَقْرَبِيْنَ

"Alangkah indahnya, itu adalah harta yang beruntung, itu adalah harta yang berutung. Aku telah mendengarkan apa yang kamu katakan. Sesungguhny aku berpendapat hendaknya kamu jadikan ia untuk kaum kerabat terdekatmu."

Lalu Abu Thalhah membaginya kepada karib kerabat dan anak-anak pamannya. (diriwayatkan oleh Bukhari dalam az-Zakat bab az-Zakat 'alal Aqarib 2/126 dan Muslim dalam az-Zakat bab Fadhlu ash-Shadaqati 'alal-Aqaribiina wa-Zauji no. 998)

Allah menjadikan kedua pasangan suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bahagia dengan kelahiran anak tersebut dan ia menjadi penyejuk pandangan keduanya. Mereka bahagia dengan tingkah lakunya dan menamai anak tersebut Abu Umair.

Anak itu menjadikan seekor burungnya sebagai teman bermainnya. Namun burung itu mati hingga ia sedih dan menangis. Rasulullah n melewatinya dan Beliau bersabda dalam rangka menghibur:

يَا أَبَا عُمَيْرَ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

"Wahai Aba Umair, apa yang dikerjakan oleh an-Nughair." (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adab bab al-Inbisathu Ilan Naas 7/109 dan Muslim dalam al-Adab bab Istihbaabu Tahniikul Mauluudi 'Inda Wilaadatihi no. 2105 dan Abu Daud no. 4969 dalam al-Adab, Ma jaa fir-Rajuli yatakanni dan an-Nughair bentuk tasghir dari an-Nughr, maknanya adalah burung kecil seperti burung pipit.)

Tiba-tiba Abu Umair jatuh sakit dan tersibukkanlah kedua orang tua itu dengannya. Setiap ayahnya kembali dari pasar, awal pertama yang diucapkan kepada keluarganya setelah salam adalah pertanyaan tentang kesehatan putranya. Ia tidak merasa tenang sampai melihatnya.

Suatu hari ketika Abu Thalhah keluar menuju masjid, anaknya dipanggil menghadap Allah k. Ummu Sulaim sebagai sosok wanita yang beriman dan penyabar menghadapi ujian ini dengan penuh keridha'an dan kebaikan. Ia letakkan buah hatinya di tempat tidurnya dan ia berulang kali mengucapkan Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji'uun (sesungguhnya kita milik Allah dan kita akan kembali kepada-Nya).

Ia mewanti-wanti kepada keluarganya: "Jangan ada dari kalian yang menceritakan perihal ini kepada Abu Thalhah. Biar aku sendiri yang menerangkan kepadanya." Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim telah kering air matanya. Ia segera menyambut kedatangan suaminya dan menjawab pertanyaan yang biasa ia lontarkan: "Apa yang dikerjakan anakku?" ia menjawab: "Ia dalam keadaan yang paling baik."

Abu Thalhah menyangka anak tersebut telah sembuh dari sakitnya. Ia merasa gembira karena anaknya dalam keadaan baik dan Abu Thalhah tidak berusaha untuk mendekatinya sebagaimana kebiasaannnya agar tidak mengusik ketentramannya.

Ummu Sulaim menghidangkan makan malam untuknya. Abu Thalhah makan dan minum, setelah itu Ummu Sulaim melayani suaminya dengan pelayanan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ia kenakan pakaian yang paling indah, berhias dan memakai wewangian. Lalu Abu Thalhah menggaulinya.

Ummu Sulaim melihat suaminya dalam keadaan kenyang dan telah menggauli dirinya. Abu Thalhah pun semakin tenang dengan keadaan anaknya. Ummu Sulaim memuji Allah karena tidak membuat suaminya risau dan sedih dan ia membiarkan sang suami terlelap dalam tidurnya.

Saat menjelang akhir malam, ia berkata: "Wahai Abu Thalhah, bagaimana menurut pendapatmu jikalau ada suatu kaum yang menitipkan barang kepada suatu keluarga kemudian mereka menuntut kembali barang titipan tersebut. Apakah berhak bagi keluarga itu untuk mencegah tuntutan mereka?"

Ia menjawab: "Tidak."
Ummu Sulaim berkata: "Apa yang akan engkau katakan apabila keluarga itu merasa berat akan diambilnya titipan dari mereka setelah mereka merasakan manfaat dengannya."

Ia berkata: "Mereka tidak berlaku adil dalam hal ini."
Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya anakmu adalah titipan Allah dan Allah telah mengambil titipan tersebut. Maka berharaplah pahala dengan sebab kematian anakmu itu." Abu Thalhah pun tidak mampu menguasai dirinya lagi lalu berkata dalam keadaan marah: "Kamu biarkan aku (menikmati semua ini) baru setelah itu kamu kabarkan tentang anakku!"

Ummu Sulaim berkali-kali mengingatkan suaminya sampai ia ber-istirja' (Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji'uun) dan memuji Allah. Maka tenanglah jiwa suaminya. Keesokan harinya Abu Thalhah menemui Rasulullah n dan menceritakan apa yang telah terjadi. Lalu Rasulullah n berkata:

بَارَكَ الله لَكُمَا فِيْ لَيْلَتِكُمَا

"Semoga Allah memberkahi kalian berdua dan malam kalian."

Dan dari pergaulan yang dilakukan pada malam itu, Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang kelak diberi nama Abdullah bin Abi Thalhah. Saat melahirkan pada suatu malam, ia memerintahkan Anas mengirimkan jabang bayi yang baru lahir itu kepada Rasulullah n. Anas berkata: "Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim telah melahirkan seorang anak pada malam ini." Lalu Rasulullah n mengunyah beberapa kurma kemudian mentahniknya. Anas berkata: "Namailah ia wahai Rasulullah." Berliau bersabda: "Ia bernama Abdullah." (lihatlah jalan-jalan hadits yang bermacam-macam ini dalam Thabaqatnya Ibnu Sa'ad 8/431-432 dan dikeluarkan oleh Bukhari dalam Awwalul Aqiqah 6/215 dan telah dikeluarkan oleh Muslim dalam Fadhail Ash-Shahabah ban Min Fadhaaili Abi Thalhah no. 2144 dan telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/196 dan 3/287)

'Abaabah salah seorang perowi berkata: "Sungguh aku melihat Abdullah telah memliki tujuh anak yang seluruhnya telah khatam al-Qur'an." (Diriwatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat 8/434 dan para rawinya terpercaya)

Sebagian dari kemuliaan yang abadi dari Ummu Sulaim dan suaminya ini Allah k telah menurunkan al-Qur'an pada mereka berdua sehingga senantiasa manusia beribadah dengannya.
Abu Hurairah ra berkata: "Telah datang seseorang kepada Rasulullah n dan berkata: "Sungguh aku seorang yang dirundung kesulitan hidup." Beliau n mengutus kepada sebagian istri beliau, lalu berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, tidak ada yang aku miliki kecuali air."

Kemudian beliau mengutus keapda istri lainnya lalu berkata seperti tiu. Bahkan seluruh istri beliau mengatakan perkataan yang sama.

Beliau n pun bersabda: "Barangsiapa menjamunya semoga Allah merahmatinya." Lalu seseorang dari kalangan Anshor bangkit. Ia adalah Abu Thalhah seraya berkata: "Saya wahai Rasulullah."

Abu Thalhah pergi ke rumahnya dan berkata kepada Ummu Sulaim: "Apakah engkau memiliki sesuautu? Ia menjawab: "Tidak, kecuali makanan anak-anak." Abu Thalhah berkata: "Sediakan untuk mereka sesuatu dan tidurkan mereka (anak-anak). Apabila tamu kita telah masuk, perlihatkan kepadanya bahwa kita sedang makan. Apabila ia mengulurkan tangannya untuk makan, bangkitlah menuju lampu seakan-akan kamu memperbaikinya, lalu matikanlah."

Ummu Sulaim mengerjakannya. Makanlah tamu itu sedang Abu Thalhah dan Ummu Sulaim bermalam dalam keadaan lapar. Keesokan harinya ia menemui Rasulullah n, lalu Rasulullah n bersabda: "Sesungguhnya Allah kagum atau tertawa karena perbuatan si Fulan dan Fulanah."

Dalam riwayat lain: "Seungguh Allah kagum pada perbuatan kalian dengan tamu kalian malam itu." Dan di akhir hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam keutamaan-keutamaan para shahabat nabi n bab Dan mereka lebih mengutamakan atas diri-diri mereka walaupun mereka amat membutuhkannya 4/226 dan dalam tafsir surat al-Hasyr. Dan Muslim dalam al-Asyribah bab memuliakan Tamu dan Keutamaan Menjamunya no.2054. Allah menurunkan ayat:

"Dan mereka lebih mengutamakan atas diri-diri mereka, walaupun mereka sangat membutuhkannya." (al-Hasy: 9)

Abu Thalhah tidak mampu mengendalikan jiwanya saking gembira dan ia bersegeras menyejukkan dada istrinya dan sejuklah kedua matanya karena sungguh Allah telah menurunkan Al-Qur'an kepada mereka yang senantiasa akan dibaca sampai hari kiamat.

Ummu Sulaim merasa puas menunaikan peranannya dalam menyebarkan dakwah Islam dengan penjelasan dan penerangan. Ia memiliki semangat untuk bergabung dengan tentara-tentara Islam di dalam jihad mereka. Sungguh pada perang Hunain Ummu Sulaim memiliki sikap kepahlawanan untuk membakar, semangat orang-orang yang sedang berjihad dan mengobati orang-orang yang terluka. Bahkan ia senantiasa siap untuk membela dan menghadapi orang yang akan menyerangnya.

Telah dikeluarkan oleh Muslim di dalam shahihnya dan Ibnu Sa'ad di dalam ath-Thabaqat dengan sanad yang shahih bahwa Ummu Sulaim telah mengambil sebilah belati pada perang Hunain lalu Abu Thalhah berkata: "Wahai Rasulullah ini Ummu Sulaim membawa sebilah belati." Lalu Ummu Sulaim berkata: "Wahai Rasulullah, jika ada seorang musyrik mendekatiku, akan aku robek perutnya." (lihat ath-Thabaqat 8/425 dan syarah Muslim karya an-Nawawi 12/188)

Anas ra berkata: "Adalah Rasulullah n berperang dengan Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar bersamanya apabila berperang. Mereka menyediakan minuman dan mengobati prajurit yang terluka. (lhat ath-Thabaqat 8/425 dan Syarah Shahih Muslim 12/188)

Demikianlah Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah n dan beliau tidak pernah memasuki rumah selain rumah Ummu sulaim. (disebutkan oleh an-Naway dalam syarah Shahih Muslim 16/10 bahwa Ummu Sulaim dan saudaranya Ummu Haram keduanya adalah saudari ibu Rasulullah n, sehingga keduanya mahram mungkin sebab persusuan, dan mungkin sebab nasab, maka dihalalkan bagi beliau berkhalwat dengan keduanya serta menemuinya. Ulama berkata: hal ini mempunyai faedah akan bolehnya seseorang menemui mahramnya dan di dalamnya ada isyarat larangan bagi laki-laki asing, walau ia seroang yang shalih). Rasulullah n mengabarkan berita gembira kepada Ummu Sulaim dengan surga ketika beliau bersabda: "


دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشَفَةَ، فَقُلْتُ مَنْ هَذَا؟ قَالُوْا الرُّمَيْصَاء بِنْتُ مَلْحَانَ أُمُّ أَنَس بِنْ مَالِكْ

"Aku memasuki surga lalu aku mendengar seorang yang sedang berjalan, lalu aku berkata: "Siapa itu? Mereka berkata: "'Ar-Rumaisha' bintu Malhan ibu Anas bin Malik". (Diriwayatkan oleh Muslim dalam keutaman para sahabat bab sebagian keutamaan Ummu Sulaim no. 2246 dan dikeluarkan oleh Bukhari sepertinya dalam keutamaan para shahabat Nabi n.)

Kegembiraan bagimu, wahai Ummu Sulaim dan engkau berhak untuk mendapatkan semua itu. Engkau seorang istri yang shalihah, penasehat dan seorang daiyah yang bijakasana ketika telah memasukkan putramu ke dalam sekolah yang mulia yang dunia telah mengenalnya yaitu sekolah kenabian saat ia mencapai umur sepuluh tahun. Dan esok ia akan menjadi salah satu simbol dari simbol-simbol keislaman. Kebahagiaan bagimu… kebahagiaan bagimu….

AL-ISTIFADAAT

Tidak perlu takut dan gentar terhadap berbagai rintangan dan cobaan ketika seseorang hendak masuk Islam dan melakukan kebenaran, meskipun rintangan tersebut datang dari keluarga, suami atau yang lainnya.

Tidak bolehnya seorang wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir dari kalangan non muslim, dan tidak boleh tergiur terhadap harta.

Diperbolehkannya mensyaratkan Islam sebagai mahar dalam pernikahan.

Diperbolehkannya seorang lelaki belajar kepada seorang wanita dengan tetap menjaga ketentuan syari'at.

Hendaknya seorang da'i benar-benar mengetahui kondisi mad'unya.

Diperbolehkannya memelihara burung.

Berakhlak mulia walaupun terhadap anak-anak.

Wajibnya untuk menididik dan menyekolahkan anak di tempat yang baik dan terpercaya.
Di sunnahkannya untuk mentahnik anak kecil yang baru lahir.

Di sunnahkannya untuk memberi nama dengan nama Abdullah, karena ia merupakan sebaik-baik nama.

Anjuran untuk lebih mengutamakan orang lain walaupun ia sangat membutuhkannya.

Diperbolehkannya seorang wanita ikut membantu dalam peperangan.

(Disarikan dari kitab 'Nisa' Haular Rasul' hal: 198 edisi terjemahan dan kitab lainnya)